Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Keterkaitan Pasal 8 ayat 3, pasal 13A, dan pasal 38 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan


Keterkaitan Pasal  8 ayat 3, pasal 13A, dan pasal 38 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan

Pasal 8 ayat 3, pasal 13A, dan pasal 38 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan pada dasarnya mengatur mengenai salah satu jenis pelangggaran yang dilakukan wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya yaitu wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isiya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pada pasal 13A Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan diterangkan bahwa, bagi wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, namun pelanggaran tersebut baru pertama kalinya dilakukan oleh wajib pajak tersebut, maka pasal ini mengatur bahwa wajib pajak tersebut tidak dikenakan sanksi pidana melainkan hanya dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar selain wajib melunasi kekurangan jumlah pajak terutangnya.
Kemudian lebih  lanjut pada pasal 38 dijelaskan bahwa wajib pajak yang melakukan pelanggaran seperti yang telah disebutkan di atas dan pelanggaran tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksuda dalam pasal 13A (pelanggaran kedua, ketiga dan seterusnya), maka wajib pajak tersebut  dikenakan sanksi berupa denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Berdasarkan dua pasal di atas (pasal 13A dan pasal 38), dapat diambil kesimpulan yaitu apabila pelanggaran tersebut baru dilakukan pertama kali, maka bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan karena pasal tersebut menjelaskan bahwa sanksi atas tindakan pelanggaran yang pertama kali tersebut tidak dikenakan sanksi pidana melainkan hanya dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Namun apabila pelanggaran tersebut dilakukan untuk yang kedua kalinya atau seterusnya, pelanggaran tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang perpajakan karena atas pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Lebih lanjut, karena termasuk ke dalam tindak pidana di bidang perpajakan, atas pelanggaran yang dilakukan untuk yang kedua kalinya atau seterusnya tersebut dapat dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan yang selanjutnya dapat dilakukan tindakan penyidikan.
    Sehubungan dengan tindakan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perpajakan yang disebabkan kealpaan wajib pajak untuk yang kedua kalinya dan seterusnya seperti yang dijelaskan pada pasa 38 di atas, pasal 8 ayat 3 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan mengatur apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya teutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, terhadap wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan tindakan penyidikan walaupun sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan. Namun apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada penuntut umum, kesempatan untuk membetulkan sendiri sudahtertutup bagi wajib pajak yang bersangkutan.
    Untuk mempermudah pemahaman mengenai hubungan antara  pasal 13A, pasal 38 dan pasal 8 ayat 3 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, di bawah ini akan diberikan ilustrasi untuk menggambarkannya:
PT Telo adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan hewan menyampaikan SPT PPh Tahun 2006 dengan jumlah pajak terutang sebesar Rp. 150.000.000,00. Ternyata  setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT tersebut, hasil dari pemeriksaan  menyebutkan bahwa jumlah pajak yang seharusnya terutang adalah Rp.  250.000.000,00 dan diketahui bahwa pembukuan PT Telo terdapat kesalahan dalam mengelompokkan penghasilannya, dimana penghasilan yang seharusnya terutang PPh Pasal 23 dimasukkan ke dalam perhitungan PPh Final. Kesalahan pengelompokan ini baru terjadi pertama kalinya karena karyawan di bagian pembukuan ternyata masih baru. Atas kesalahan ini termasuk pelanggaran terhadap Pasal 13A dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200%, sehingga jumlah yang harus dibayar oleh PT. Telo adalah sebagai berikut:
    Pajak yang seharusnya dibayar                Rp. 250.000.000,00
    Pajak yang dibayar menurut SPT                Rp. 150.000.000,00
    Pajak kurang bayar                        Rp. 100.000.000,00
Sanksi administrasi + pajak kurang bayar (200% x Rp 100.000.000,00) = Rp. 200.000.000,00

Kemudian pada tahun 2008, PT Telo menyampaikan SPT PPh Tahun 2007 dengan jumlah pajak terutang sebesar Rp. 300.000.000,00. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata diketahui bahwa PT Telo mengulangi kesalahan yang sama seperti tahun lalu yaitu diketahui bahwa Jumlah pajak yang seharusnya terutang adalah sebesar Rp. 350.000.000,00 dan diketahui bahwa PT Telo masih melakukan kesalahan dalam mengelompokkan penghasilannya, yaitu memasukkan PPh pasal 23 sebagai PPh Final. Sehingga atas kesalahan tersebut merupakan pelanggaran terhadap pasal 38 sehingga dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini pelanggaran tersebut merupakan Tindak Pidana di bidang Perpajakan karena dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan.
    Perhitungan pajak kurang bayar beserta sanksi adalah sebagai berikut:
    Pajak yang seharusnya terutang                Rp. 300.000.000,00
    Pajak yang dibayar dalam SPT                Rp. 350.000.000,00
    Pajak kurang bayar                        Rp.   50.000.000,00
    Sanksi administrasi (misal 2 kali jumlah pajak kurang bayar) = Rp. 100.000.000,00
Sehingga besarnya pajak dan sanksi yang harus dibayar adala RP. 150.000.000,00
Apabila sebelum dilakukan tindakan penyidikan, PT Telo dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perhitungan pajaknya walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, maka tindakan penyidikan tidak dilakukan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar  150% sesuai dengan Pasal 8 ayat 3 UU KUP tahun 2007. Dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang seharusnya terutang                Rp. 300.000.000,00
    Pajak yang dibayar dalam SPT                Rp. 350.000.000,00
    Pajak kurang bayar                        Rp.   50.000.000,00

    Sanksi denda (150% x Rp. 50.000.000,00)    =    Rp.   75.000.000,00
    Sehingga jumlah yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp. 125.000.000,00

Posting Komentar untuk "Keterkaitan Pasal 8 ayat 3, pasal 13A, dan pasal 38 Undang-undang No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan"