Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengelompokan Bumn dalam Profitabilitas dan Eksternalitas


Mata Kuliah: Teknik Penyusunan Model Kerjasama Perusahaan Publik

Pengelompokan BUMN dalam Profitabilitas dan Eksternalitas

Maksud dan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai implementasi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hingga tahun 2011, BUMN di Indonesia berjumlah sebanyak 142. Dan diantara jumlah tersebut, terdapat BUMN dengan tingkat profitabilitas (kemampuan menghasilkan laba) tinggi dan ada pula BUMN dengan tingkat eksternalitas (layanan ke publik atau masyarakat) tinggi. Berikut ini adalah contoh beberapa BUMN yang dikelompokkan berdasarkan tingkat profitabilitas dan eksternalitas :



EKSTERNALITAS
PROFITABILITAS

Tinggi
Rendah
Tinggi
I.              TT :
II.            TR :
1.  PT Sarinah
1.    PT Kimia Farma
2.  Perum Pegadaian
2.    PT Pupuk Sriwijaya
3.  PT Jasa Marga
3.    Perusahaan Gas Negara
4.  PT. Taspen
4.    PT Kawasan Industri Makassar
5.  Perum Perumnas
5.    PT Angkasa Pura II

Tinggi
Rendah
Rendah
III.           RT : 
IV.           RR :
1.  Perum Bulog
1.    PT Kertas Leces
2.  PT Krakatau Steel
2.    PT Industri Kapal Indonesia
3.  PT POS Indonesia
3.    PT  Perkebunan Nusantara XIV
4.  PT Askrindo
4.    PT Merpati Airlines
5.  5. PT Jamsostek
5.    PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari

Pembahasan :

I.    5 BUMN dengan kategori profitabilitas dan eksternalitas tinggi ( TT ) :
1.      PT Sarinah
a.      Segi Eksternalitas
Setelah sukses mengelola A Cup of Java selama dua tahun terakhir, PT Sarinah membuka peluang kemitraan gerai kopi dengan target balik modal sekitar satu tahun.  Penawaran kemitraan gerai kopi yang menyasar bermacam pasar tak pernah sepi.  Target di tahun 2011 ini adalah jumlah gerai A Cup of Java mencapai 15 hingga 20 outlet.  Dengan dibukanya kemitraan ini maka otomatis akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
b.      Segi Profitabilitas
Hingga Juni 2011 pendapatan perseroan sudah mencapai hampir Rp200 Miliar atau setengah dari target hingga akhir tahun yaitu Rp400 Miliar.
2.      Perum Pegadaian
a.      Segi Eksternalitas
Pegawai Perum Pegadaian selalu memberikan solusi jika nasabah terlambat membayar dan ada pemberitahuan apakah barang yang sudah jatuh lelang mau ditebus atau diperpanjang masa gadainya. Perlakuan ini selalu diberikan mereka terlebih-lebih kepada nasabah lama yang sudah puluhan tahun menjadi pelanggan. Hal ini sangat tepat dengan motto Pegadaian yang selalu menyelesaikan masalah tanpa masalah.
b.      Segi Profitabilitas
Perum pegadaian mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,1 Trilliun sepanjang tahun 2010.  Untuk tahun 2011 ini perum pegadaian ditargetkan memperoleh laba bersih sebesar Rp1,4 Trilliun. Sedangkan laba kotornya dipatok pada angka Rp1,9 Trilliun.
3.      PT Jasa Marga
a.      Segi Eksternalitas
Pada umumnya pelayanan Jasa marga semakin membaik dari tahun ke tahun.   Hanya saja lamanya waktu antrian di pintu tol seringkali dikeluhkan oleh masyarakat, akan tetapi hal tersebut tidak material dan sudah mendapatkan respon.
b.      Segi Profitabilitas
Laba bersih PT Jasa Marga Tbk. (JSMR) higga kuartal I 2011 naik 27,49% menjadi Rp371,7 Miliar. Tahun lalu pada periode yang sama hanya mencapai  Rp291,6 Miliar.
4.      PT Taspen
a.      Segi Eksternalitas
Untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta maka PT Taspen melakukan terobosan-terobosan dibidang pelayanan salah satunya adalah dibangunnya aplikasi e-Dapem, e-Klim, Klim Online dan pemanfaatan KPE . Dengan KPE ini peserta dapat melakukan pengecekan informasi kepesertaan yang terkoneksi ke database, apabila peserta telah memasuki usia pensiun(BUP) dimana SK Pensiun dan SKPPnya telah direkaman oleh Taspen , maka klim perserta dapat langsung diproses tidak perlu banyak entry dan formulir lagi.
b.      Segi Profitabilitas
PT Tabungan Pensiunan (Taspen) membukukan laba bersih setelah konsolidasi meningkat hingga 73,8 persen dari tahun sebelumnya, atau mencapai Rp581,2 Miliar. Laba bersih yang dimaksud per Desember 2010
5.      Perum Perumnas
a.      Segi Eksternalitas
Perum Perumnas siap terlibat dalam pembangunan rumah murah.Saat ini, Perumnas telah mengantongi komitmen dari pemerintah daerah (Pemda) untuk penyediaan lahan rumah murah sebesar 40 persen dari total lahan rumah yang akan dibangun. Komitmen tersebut di antaranya berasal dari pemda di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, untuk lahan di Jabodetabek, Perumnas kesulitan karena keterbatasan ruang, khususnya di wilayah Jakarta. Namun, Perumnas menawarkan konsep pembangunan rumah murah di Jakarta dengan jalan optimalisasi okupansi rumah susun (Rusun) yang sudah ada.
b.      Segi Profitabilitas
Perumnas kini mulai bangkit lagi, setelah sempat terseok seok akibat krisis finansial. Pendapatan dari hasil penjualan mulai kurun waktu 2007 hingga 2010 terus mengalami peningkatan signifikan. Tahun 2007 Perum Perumnas mengalami akumulasi kerugian mencapai angka Rp128 Milyar. Namun, pada tahun 2010 Perumnas mendapatkan keuntungan mencapai Rp46 Milyar.

II.    5 BUMN dengan kategori profitabilitas tinggi dan eksternalitas rendah ( TR ) :
1.    PT Kimia  Farma
a.    Segi Eksternalitas
Seiring perkembangan jaman, kebutuhan masyarakat pun terus berkembang. Dewasa ini masyarakat mulai memasukkan kebutuhan-kebutuhan baru sebagai kebutuhan dasar yaitu diantaranya adalah kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Sebab masyarakat mulai menyadari akan arti pentingnya kesehatan, apalagi sekarang banyak bermunculan jenis penyakit baru yang mengancam keselamatan nyawa manusia. Namun mahalnya harga obat masih saja menjadi keluhan masyarakat.
b.      Segi Profitabilitas
BUMN farmasi PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mencatat perolehan laba bersih Rp36,96 Miliar pada semester I 2011. Naik 112,9% dari periode yang sama tahun lalu Rp17,36 Miliar. Menurut laporan keuangan Kimia Farma yang dipublikasikan di Jakarta, Jumat (29/7/2011), prestasi ini tidak lepas dari peningkatan penjualan bersih sekitar 20,22% dari tahun lalu Rp1,172 Triliun menjadi Rp1,409 Triliun. Beban penjualan yang mencapai Rp995,56 Miliar mengakibatkan laba kotor perseroan tercatat Rp414,098 Miliar. Laba kotor naik Rp103 Miliar dari periode sebelumnya Rp311,56 Miliar. Meski beban usaha bertambah, laba usaha perseroan tercatat naik cukup signifikan. Setelah tahun lalu menghasilkan rugi usaha Rp1,608 Miliar, tahun ini perseroan mencatat laba usaha Rp53,209 Miliar. Kinerja perseroan semakin mengkilap pada posisi laba sebelum pajak dengan penambahan penghasilan lain lain Rp6,628 Miliar. Laba sebelum pajak Kimia Farma bertambah Rp29,53 Miliar dari Rp30,3 Miliar menjadi Rp59,83 Miliar. Laba bersih per saham juga mengikuti kenaikan pos pos lain, menjadi Rp6,66 dari periode sebelumnya hanya Rp3,13 per lembar. Total aset BUMN farmasi ini hingga akhir Juni mencapai Rp1,78 T, naik tipis dari sebelumnya Rp1,65 T.
2.      PT Pupuk Sriwijaya
a.      Segi Eksternalitas
Petani Indonesia dapat kita katakan sebagai petani yang paling menyedihkan nasibnya diantara para petani di seluruh dunia. Keterbatasan lahan pertanian, kekurangan modal, alat dan sarana pertanian, ketidaktahuan teknologi pertanian, hambatan pasar serta yang selalu menjadi problem abadi petani Indonesia adalah ketersediaan pupuk yang murah dan berkualitas. Pemerintah tahun ini menganggarkan Rp16.5 Triliun untuk subsidi pupuk. Tahun lalu sebesar Rp18.5 Triliun. Subsidi yang sangat besar tersebut sama sekali tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Fakta di lapangan pupuk selalu langka dan mahal. Subsidi besar tersebut hanya dinikmati oleh produsen pupuk yg 90 % adalah BUMN, para distributor dan penjual pupuk.  Petani tetap tak bergeser posisinya sebagai objek dan komoditi politik yang namanya selalu dipakai sebagai legitimasi pemborosan uang negara. Produksi dan distribusi pupuk di Indonesia telah dikuasai oleh mafia selama berpuluh-puluh tahun. Kebijakan pemerintah mengenai pupuk selalu tak terlepas dari kepentingan mafia pupuk ini. Produksi pupuk yang melimpah tak menjadikan pupuk menjadi murah dan tersedia.
b.      Segi Profitabilitas
Berdasarkan data Kementerian BUMN sepanjang  kuartal III 2010 PT Pupuk Sriwijaya menghasilkan laba sebesar Rp21,72 Triliun sehingga masuk dalam daftar 10 BUMN dengan laba terbesar.
3.     PT Perusahaan Gas Negara
a.    Segi Eksternalitas
Sejak tahun 2007 pemerintah melaksanakan program konversi minyak tanah ke gas LPG. Namun hingga kini, pelaksanaannya masih “compang-camping”.  Stok yang ada di agen, tak sebanding dengan permintaan pasar terutama untuk tabung LPG 3 kg.  Kelangkaan ini ditengarai karena proses distribusi yang kurang transparan sehingga masih banyak tabung gas LPG tersebut yang dijual ke pangkalan-pangkalan liar.
b.      Segi Profitabilitas
PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) mencetak kenaikan laba bersih yang tipis sebesar 0,9% pada semester I 2011 dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni dari Rp3,32 Triliun menjadi Rp3,35 Triliun. Hal ini terjadi karena terjadinya sedikit penurunan pada pendapatan perseroan, yakni sebesar 1,16% menjadi Rp9,41 Triliun dan pada saat bersamaan beban pokok penjualan terjadi kenaikan sebesar 2,31% menjadi Rp3,55 Triliun. Akibatnya, laba bruto PGAS turun 3,31% menjadi Rp5,85 Triliun. Pada saat yang sama, beban distribusi serta beban umum/administrasi naik masing-masing 18,02% dan 28,38%. Hal ini membuat total beban usaha PGAS pada semester I 2011 naik 21,62% menjadi Rp1,8 Triliun dibanding Rp1,4 Triliun pada semester I 2010. Kenaikan beban usaha perseroan membuat laba operasional perusahaan tertekan sebesar 11,18% menjadi Rp4,05 Triliun. Namun, manajemen mampu memperkecil dampaknya terhadap laba sebelum pajak karena perseroan mengantungi laba atas perubahan nilai wajar derivatif neto sebesar Rp199,97 Miliar (dari rugi Rp66,56 Miliar), pendapatan keuangan dari Rp117,32 Miliar menjadi Rp171,37 Miliar, dan laba kurs sebesar Rp68,14 Miliar (dari tahun lalu rugi Rp7,69 Miliar). Penurunan pembayaran pajak terkini dan peningkatan pajak tangguhan tahun ini dibandingkan tahun lalu akhirnya membuat laba bersih PGAS naik 0,9% menjadi Rp3,35 Triliun.
4.      PT Kawasan Industri  Makasar
a.      Segi Eksternalitas
Warga yang bermukim di sekitar aliran sungai Tallo mengeluhkan kondisi bantaran aliran sungai yang semakin memprihatinkan.  Hal ini disebabkan karena banyaknya gas karbondioksida yang berasal dari polusi aktivitas enam industri di Kawasan Industri  Makasar
b.      Segi Profitabilitas
PT Kawasan Industri Makassar (Kima) melewati 2010 dengan kinerja manis. Perusahaan pengelola kawasan industri dan pergudangan itu meraup laba Rp16,2 miliar. Tahun ini PT Kawasan Industri Makassar (Kima) menargetkan keuntungan Rp20 Miliar atau meningkat sebesar Rp10 Miliar dari tahun 2010.
5.      PT Angakasa Pura II
a.      Segi Eksternalitas
Pelayanan yang diberikan oleh PT angkasa Pura II berupa layanan pengelolaaan properti bandara, layanan kargo masih buruk bahkan termasuk dalam 10 BUMN dengan layanan terburuk pada tahun 2010.
b.      Segi Profitabilitas
PT Angkasa Pura II (Persero) berhasil membukukan laba perusahaan pada Semester I tahun 2011 melebihi target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA). Yakni dari Rp599,58 Miliar menjadi Rp793,64 Miliar atau lebih tinggi 32 persen. Pencapaian positif itu diraih berkat sejumlah pendapatan usaha yang cukup menonjol. Antara lain sektor kargo, dari target sebesar Rp25,80 Miliar pada RKA, terealisasi Rp26,66 Miliar atau lebih tinggi 3 persen. Lalu, untuk usaha Aeronautika ATS, dari yang ditargetkan sebesar Rp192,19 Miliar, diperoleh pendapatan Rp207,87 Miliar atau lebih tinggi 8 persen. Selanjutnya, pada sektor usaha Aeronautika Non-ATS, realisasi pendapatan yang diraih juga lebih tinggi 4 persen dari target RKA menjadi Rp1,004 Triliun. Sedangkan untuk sektor Non Aeronautika, dari yang ditargetkan Rp350,98 Miliar, tercapai Rp378,49 Miliar atau lebih tinggi 8 persen.

III.    5 BUMN dengan kategori profitabilitas rendah dan eksternalitas tinggi ( RT ) :
1.      Perum Bulog
a.    Segi Eksternalitas
Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri berawal dari produksi petani.  Dengan adanya Harga Pembelian Pemerintah (HPP), petani menjadi aman dalam melaksanakan usaha tani padinya.  Pengadaan dalam negeri menjadi jaminan harga dan sekaligus jaminan pasar atas hasil produksinya.  Dengan “semangat” berproduksinya, produksi padi akan meningkat dan ketersediaan pangan (beras) dalam negeri akan mencukupi.  Salah satu pilar ketahanan pangan yaitu ketersediaan (availability) dapat tercapai.  Petani dengan adanya HPP mempunyai perkiraan harga untuk melepas produksinya. Pilihan pasar yang terbuka antara BULOG dan pasar umum diharapkan akan memberikan daya tawar yang lebih baik bagi petani. Dengan HPP sebagai patokan harga jualnya, petani bisa memilih untuk menjual ke pasar umum atau ke BULOG. Dari sisi operasional BULOG, terdapat tiga saluran dalam penyerapan produksi petani yaitu Satgas, Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) dan Mitra Kerja. Ketiga saluran tersebut membeli gabah langsung pada petani dengan patokan HPP. Umumnya gabah yang dibeli adalah gabah pada kualitas apa adanya (di luar kualitas yang ada dalam Inpres). Sedangkan gabah yang diterima BULOG adalah Gabah Kering Giling (GKG) yaitu gabah dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa kotoran maksimum 3%. Kualitas ini cukup tahan disimpan dalam waktu tertentu dan siap digiling untuk menghasilkan beras standar pada saatnya. Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2009, harga GKG di tingkat penggilingan adalah Rp.3.300/kg dan di gudang BULOG Rp.3.345/kg. Satgas yang tidak memiliki sarana pengeringan maupun pengolahan dapat bekerjasama dengan UPGB atau Mitra Kerja melakukan pengolahan baik untuk mendapatkan GKG maupun beras standar. Dalam Inpres Nomor 7 tahun 2009 persyaratan kualitas beras yang diterima BULOG adalah beras dengan kadar air maksimal 14%, butir patah maksimum 20%, butir menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimal 95%. Beras dengan kualitas tersebut diterima BULOG dengan harga Rp.5.060/kg di gudang BULOG.


b.      Segi Profitabilitas
Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) mencatat kenaikan laba bersih tertinggi di antara 26 BUMN besar pada semester pertama tahun 2011. Kenaikan laba cukup signifikan sebesar 612 ,53 persen dari periode yang sama tahun lalu. Dengan begitu, laba bersih yang dihasilkan Bulog mencapai Rp892,93 Miliar pada semester pertama tahun ini. Semester tahun lalu, Bulog bahkan merugi sebesar Rp174,22 Miliar. Terhadap pencapaian ini, impor sebagai alasan dari meruginya Bulog pada tahun lalu, selain pembebasan bea masuk sebesar nol persen bagi beras impor juga turut menjadi penyebabnya. Selain laba bersih, berdasarkan laporan Kementerian BUMN, Bulog juga mengalami peningkatan pendapatan usaha sebesar 67,13 persen menjadi Rp11,44 Triliun pada semester ini. Berbeda dengan kedua pencapaian tersebut, aset Bulog justru menurun sebesar 24,58 persen menjadi Rp16,13 Triliun.
2.      PT. Krakatau Steel
a.    Segi Eksternalitas
PT. Krakatau Steel merupakan salah satu perusahaan yang peduli dengan kondisi masyarakat di lingkungan perusahaannya, kepedulian ini diwujudkan dengan mengadakan kegiatan yang memang sangat tepat dengan kondisi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dan kerjasama dengan LK ESQ untuk menyelenggarakan Aksi Sehat  merupakan salah satu bentuk keseriusan PT. Krakatau Steel untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Kegiatan yang didukung empat dokter dan 17 relawan medis serta non-medis ini berhasil melayani 430 pasien dari 6 kampung di wilayah Ciomas, Banten. Aksi Sehat yang dibarengi dengan penyuluhan TBC (Tuberkulosis) diharapkan dapat menjadi upaya untuk menekan dan menghentikan penularan penyakit TBC di wilayah tersebut.
b.      Segi Profitabilitas
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) mencatatkan laba bersih di 2010 meningkat sebesar 99,78 persen menjadi Rp1,062 Triliun dari laba bersih di 2009 sebesar Rp494,67 Miliar. Kendati laba bersih perseroan meningkat, akan tetapi pendapatan bersih perseroan di 2010 menurun sebesar 12,18 persen yaitu Rp14,85 Triliun dari pendapatan bersih di 2009 sebesar Rp16,91 Triliun. Sedangkan laba usaha perseroan di 2010 meningkat sebesar 372,7 persen menjadi Rp992,92 Miliar dari laba usaha perseroan di 2009 sebesar Rp25,94 Miliar. Laba kotor perseroan di 2010 meningkat 88,52 persen yaitu Rp2,23 Triliun dari laba kotor perseroan di 2009 Rp1,15 Triliun. Sementara itu beban usaha perseroan mengalami peningkatan sebesar 7,07 persen yaitu Rp1,24 Triliun di 2010 dari beban usaha perseroan di 2009 yaitu sebesar Rp1,15 Triliun. Di sisi lain, laba bersih per saham pun mengalami peningkatan sebesar 107,69 persen di 2010 yaitu Rp81 dari laba bersih per saham di 2009 yaitu Rp39.
3.     PT Pos Indonesia
a.      Segi Eksternalitas
Pelayanan PT POS Indonesia dinilai sudah memuaskan konsumen terutama karena pengiriman barang yang tepat sasaran dan sampai ke tingkat kecamatan serta diantar langsung oleh petugas PT POS Indonesia ke rumah yang bersangkutan.
b.      Segi Profitabilitas
PT Pos Indonesia membukukan laba sebelum diaudit sebesar Rp76 miliar dari total pendapatan sekitar Rp3 triliun pada 2010, turun sekitar 11,6% dibandingkan laba pada 2009 yang sebesar Rp86 miliar. tak tercapainya laba sesuai target tersebut terjadi karena PT Pos banyak mengeluarkan dana untuk investasi dalam pembangunan infrastruktur.
4.    PT Askrindo
a.      Segi Eksternalitas
PT Asuransi Kredit Indonesia di¬dirikan untuk mengemban misi pe¬merintah Indonesia dalam pem¬berdayaan Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) guna me¬nun¬jang perekonomian Indonesia. Pe¬ran PT Askrindo dalam pem¬berdayaan UMKM adalah sebagai ‘collateral institutions’ atas kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada UMKM. UMKM merupakan tulang pung¬gung kekuatan ekonomi Indo¬nesia. Secara makro, peran sektor usa¬ha ini terhadap perekonomian nasional sangat significant. Banyak UMKM yang masih mengalami kendala untuk mem¬per¬oleh akses pembiayaan dari bank/LKBB. Selain itu juga ter¬dapat masalah tingginya suku bunga kredit serta jangkauan pelayanan bank yang terbatas. Dengan kondisi tersebut, maka fungsi PT Askrindo sebagai penjamin sangat diperlukan untuk mengatasi hal itu. Sampai dengan tahun 2008, PT. Askrindo telah memberikan pertanggungan kepada lebih dari 10,5 juta UMKM dari berbagai sektor usaha dengan kredit yang dijamin secara keseluruhan mencapai Rp2.068 Triliun. Produk yang dikembangkan saat ini adalah produk penjaminan yang berorientasi pada program pemerintahan. Sedangkan produk lainnya adalah produk asuransi dan surety yang lebih berorientasi pada peningkatan keuntungan perusahaan. Perusahaan terbaru yang diluncurkan adalah penja¬minan kredit dalam rangka inpres N0. 06/2007 yang lebih dikenal de¬ngan penjamin Kredit Usaha Rak¬yat PT Askrindo bersama dengan Jamkrindo pelaksanakan pinjaman atas kredit yang disa¬lurkan oleh 6 bank pelaksana dalam rangka peningkatan eko¬nomi khususnya UMKM. Pela¬yanan PT Askrindo dapat diper¬olah melalui kantor cabang dan kantor unit pelayanan yang ber¬jumlah 33 kantor yang tersebar di 20 provinsi.
b.      Segi Profitabilitas
Laba sampai Juli positif Rp46 Miliar. Walaupun kecil, lebih baik dari pada negatif seperti di 2009-2010. Saat ini mulai membaik, dan sampai akhir tahun diharapkan bisa Rp90-100 Miliar untuk laba sebelum pajak. Pencapaian ini tidak lepas dari penurunan rasio klaim terhadap premi yang terus menurun. Jika di periode 2010 rasionya mencapai 259%, pada pertengahan tahun telah turun hingga 120%. Kinerja Askrindo yang buruk dari manajemen lama, tidak lepas dari total klaim yang membengkak mencapai Rp600 Miliar. Padahal premi yang perseroan dapat selama 2007-2010 Rp300 Miliar.
5.      PT Jamsostek
a.      Segi Eksternalitas
Untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta, saat ini PT Jamsostek tengah menunggu persetujuan Kementerian Keuangan untuk menerapkan konsep layanan kesehatan tambahan bagi pekerja peserta program.  Bila disetujui, Jamsostek dapat membiayai pengobatan pesertanya untuk penyakit jantung, hemodialisa atau cuci darah, dan kanker.
b.      Segi Profitabilitas
PT Jamsostek (Persero) membukukan laba bersih sepanjang 2010  Rp1,532 triliun, atau meningkat 10,92 persen bila dibandingkan tahun 2009 yang hanya Rp1,382 Triliun. Peningkatan laba bersih BUMN pengelola dana pekerja ini disokong oleh pendapatan investasi sekitar Rp10,785 triliun dan pendapatan bersih operasional yang meningkat menjadi Rp579,101 miliar.

IV.    5 BUMN dengan kategori profitabilitas rendah dan eksternalitas rendah ( RR ) :
1.     PT Kertas  Leces
a.    Segi Eksternalitas
PT Kertas Leces mengalami kendala dalam penyedian bahan baku kertas dari bahan kayu yang sangat terbatas.  Hal ini membuat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan akan kertas berkualitas baik yang berakibat pada menurunnya tingkat kepuasan konsumen.
b.      Segi Profitabilitas
Perusahaan yang berbasis di Desa Leces, Probolinggo, Jawa Timur, ini selalu merugi dan terus membesar sejak 2005. Pada 2008, perseroan merugi Rp49,4 Miliar, pada 2009 membengkak menjadi Rp53,8 Miliar dan pada 2010 rugi Rp78,4 Miliar.
Penyebabnya, utang yang tinggi dan biaya konsumsi energi. BUMN produsen kertas ini masih menanggung beban hutang sedikitnya Rp652 Miliar. Rinciannya, hutang berupa RDI sebesar Rp461 Miliar, hutang kepada PT Kalimantan Aset Management (KAM) sebesar Rp150 Miliar, dan tunggakan pembayaran gas alam sekitar Rp41 Miliar kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero). Selain itu, minimnya order akibat daya saing rendah, utilisasi pabrik pada 2010 tinggal 65% atau setara 120 ribu ton, jauh dibanding titik produksi tertinggi yang dicapai pada 2004 sebesar 162 ribu ton. Adapun kapasitas produksi terpasang pabrik Leces sebesar 180 ribu ton per tahun. Produksi Leces meliputi kertas fotokopi, koran, tisu, kertas gambar, woodfree printing, hingga kertas security. Akibatnya sejak Juni 2010 perusahaan ini harus menutup kegiatan operasionalnya. Nah, dengan PMN sebesar Rp440 Miliar, akan dipakai PT Kertas sebagai modal kerja tambahan untuk kembali berproduksi dan memperbaiki kinerja operasional serta keuangan.
2.      PT. Industri Kapal Indonesia
a.     Segi Eksternalitas
Buruknya kondisi keuangan perusahaan menyebabkan PT Industri Kapal Indonesia tidak mampu menyelesaikan pesanan pembuatan kapal yang masuk kepada mereka.  Hal ini mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap kinerja PT. Industri Kapal Indonesia sehingga jumlah pesanan pembuatan kapal yang masuk berkurang drastis
b.      Segi Profitabilitas
Produsen kapal yang berlokasi di Makassar ini merupakan pasien terbaru PT PPA PT IKI dirawat PT PPA Juni lalu atas usulan Komisi VI DPR, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan, Komisaris dan Direktur Utama PT IKI. Penyakit yang diderita PT IKI kronis sudah dan menjalar ke seluruh organ tubuhnya. Galangan kapal ini sudah susah hidup gara-gara tumor utang yang besarnya mencapai Rp200 Miliar. Dalam setahun PT IKI hanya menerima order dua kapal. Kalau tidak ada order, gaji karyawan tidak dibayar.  Beban utang itu berasal dari pembangunan 31 kapal ikan Mina Jaya yang didanai pemerintah Spanyol sebesar US$ 200 juta. Pelaksananya PT PT PANN Multi Finance. PT (IKI) sebagai pembuatnya mendapat kucuran US$ 12 juta, sedangkan US$ 5,6 juta dikantongi BPPT untuk transfer teknologi. Tetapi, kapal yang dibangun di galangan kapal Spanyol dan dirakit PT IKI itu hanya selesai 14 buah. Sisanya? Masih teronggok dalam wujud tumpukan besi. Kapal-kapal itu sekarang menumpuk di dok PT IKI. Hal ini yang menyebabkan perusahaan ini menanggung beban utang sedemikian besar.
3.     PT  Perkebunan Nusantara XIV
a.       Segi Eksternalitas
Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mendesak pemerintah untuk mereformasi internal PT Perkebunan Nusantara XIV (PTPN) karena tidak mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi Sulawesi Selatan yang mencapai 120 ribu ton per tahun. Hal ini dikarenakan internal PTPN XIV sangat bermasalah, sehingga perlu dibenahi dan direformasi secepat mungkin mulai dari pimpinan sampai tenaga lapangan karena telah menyebabkan kebutuhan gula konsumsi masyarakat tidak terpenuhi. Ketidakberesan internal PTPN, dapat dilihat dari ketidakmampuan memproduksi sesuai target karena kondisi pabrik yang tidak belum direvitalisasi. Akibatnya hampir setiap tahun PTPN hanya memproduksi gula konsumsi maksimal 30 ribu – 45 ribu ton per tahun. PTPN memiliki tiga pabrik, yakni Pabrik Gula Takalar, dan Pabrik Arasoe dan Camming di Kabupaten Bone. Ketiga pabrik ini sudah memiliki usia yang sangat tua, sehingga sulit untuk dipacu memproduksi di atas 45 ribu ton per tahun. Selama ini defisit gula konsumsi di Sulawesi Selatan mencapai 90 ribu ton yang harus didatangkan dari Pulau Jawa dan Sumatera. Puncak membanjirnya gula Jawa dan Sumatera terjadi di sepanjang bulan April – Mei 2009 lalu.
Selain itu kualitas tanaman tebu gula memiliki ukuran dan diameter yang sangat kecil dibandingkan yang dikembangkan PTPN di Jawa dan Sumatera. Penurunan produksi gula di Pabrik Gula Takalar, Arasoe dan Camming disebabkan beberapa faktor. Pertama, kerusuhan yang dilakukan masayarakat Takalar yang telah menyebabkan kerusakan lahan tebu seluas 2.000 hektar. Akibat kerusuhan di Takalar itu, PTPN mengalami defisit sekitar 14 ribu ton dari total maksimal produksi 30 ribu ton per tahun. Sehingga total produksi Pabrik Gula Takalar tahun ini diperkirakan hanya mencapai 18 ribu ton. Permasalahan Kedua, masa tanam yang lambat di area perkebunan Pabrik Arasoe dan Camming karena hambatan ketersediaan bibit terbatas dan traktor. Permasalah itu pula yang membuat Pabrik Arasoe hanya mampu memproduksi 11 ribu ton dari daya mampu 27 ribu ton per tahun. Hal itu juga dialami Pabrik Gula Camming yang hanya mampu mencapai produksi 15 ribu ton dari kapasitas terpasang 25 ribu ton per tahun. Dari ketiga pabrik yang dioperasikan PTPN itu, kata dia, tahun ini hanya memproduksi gula konsumsi sebanyak 32 ribu ton. Total luas lahan yang dimiliki PTPN mencapai 18 ribu hektar, di mana diprediksi mampu menghasilkan gula sebesar 100 ribu ton per tahun. Amrullah mengakui kondisi ketiga pabrik gula di Sulawesi Selatan sudah tua, namun masih bisa diandalkan karena PTPN setiap tahun menyiapkan anggaran revitalisasi sebesar Rp60 Miliar per tahun. Anggaran yang cukup besar itu mencakup Investasi pembibitan Rp10 miliar, eksploitasi lahan Rp30 Miliar, dan investasi pabrik termasuk power plan Rp20 miliar.
b.      Segi Profitabilitas
Selama tahun 2010 PT Perkebunan Nusantara XIV rugi senilai Rp117,397 Miliar.
4.      PT Merpati Airlines
a.      Segi Eksternalitas
Pelayanan Merpati Airlines dinilai sangat buruk oleh penumpang.  Hal ini disebabkan karena seringnya delay maupun pembatalan penerbangan tanpa adanya alasan yang jelas.  Dalam masalah keselamatan penerbangan, maskapai ini memiliki rekor keselamatan yang tergolong buruk jika dibandingkan maskapai Indonesia lainnya, terutama disebabkan oleh fokus penerbangan maskapai ini ke wilayah Indonesia Timur yang fasilitas bandaranya masih minim
b.      Segi Profitabilitas
PT Merpati Airlines terus menerus mengalami kerugian.  Di awal 2011 saja, PT Merpati Airlines mengalami kerugian  hingga Rp20 milliar.Hal ini menyebabkan PT Merpati Airlines sehingga mengajukan penambahan modal negara (PMN) sebesar Rp600 miliar dalam rangka revitalisasi dan restrukturisasi usaha perusahaan, setelah pada 2009 mendapat suntikan dana sekitar Rp300 miliar.
5.      PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari
a.      Segi Eksternalitas
Pelayanan PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari dalam memenuhi permintaan reparasi kapal dianggap kurang maksimal. Hal ini disebabkan kurangnya infrastruktur dan fasilitas yang dimiliki galangan tersebut.
b.      Segi Profitabilitas
Kinerja galangan kapal milik BUMN ini terus melorot. Laba bersih tahun 2008 mencapai Rp23 Miliar dan terus melorot menjadi Rp21,9 Miliar pada 2009 dan tinggal Rp15 Miliar pada 2010. Layar BUMN tidak bisa mengembang bagus gara-gara terbebani utang yang nilainya mencapai Rp1,25 Triliun. Sebanyak Rp522 Miliar merupakan utang rekening dana investasi (RDI) yang terdiri dari pokok Rp89 Miliar dan bunga atau denda Rp433 Miliar. Dengan PMN sebesar Rp522 Miliar, BUMN ini bisa berlari kencang. Buktinya, BUMN ini masih dipercaya investor. Galangan ini menyiapkan lahan 40 hektar di Batam untuk bangun galangan kapal setelah memperoleh bantuan dari Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering. Perusahaan asal Korea Selatan ini akan mengembangkan kapal-kapal untuk gas alam cair (LNG) floating.

Posting Komentar untuk "Pengelompokan Bumn dalam Profitabilitas dan Eksternalitas"