Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Transaksi Pemungut dengan Pemungut PPN

 
Transaksi Pemungut dengan Pemungut PPN
Transaksi Antar Pemungut PPN
Oleh: M Bahrun Nawawi


Abstrak
Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN menggunakan mekanisme khusus dimana pihak yang melakukan pemungutan PPN adalah pihak yang menerima penyerahan BKP/JKP. Dalam prakteknya  penyerahan BKP/JKP dapat terjadi antar badan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari badan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN kepada Pemungut PPN yang lain tidak dikecualikan dari objek pemungutan oleh Pemungut PPN. Tulisan ini menjelaskan perlakuan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP antara pemungut PPN dengan pemungut PPN lainnya.
Kata kunci:
Pemungut PPN
Penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
Transaksi Pemungut dengan Pemungut PPN
Transaksi Antar Pemungut PPN

Pendahuluan
Pajak Pertambahan Nilai adalah bagian dari pajak penjualan yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang. Berdasarkan sifat pemungutannya, merupakan pajak tidak langsung dimana antara penanggung pajak dan pemikul beban pajak berada pada pihak yang berbeda. Penanggung pajak berada pada pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP dan pihak pemikul beban pajak berada pada pembeli atau yang menerima penyerahan BKP/JKP. Sebagai konsekwensi pajak tidak langsung, ketika terjadi penyerahan BKP/JKP dan pembeli sudah membayar pajak kepada penjual maka pembeli dianggap telah membayar pajak kepada negara sehingga semestinya pembeli tidak dapat disalahkan ketika terjadi penyelewengan pembayaran pajak oleh penjual. Sebagai Penanggung Pajak, penjual harus bertanggung jawab melakukan pembayaran pajak kepada negara meskipun dalam kondisi tertentu pembeli belum melakukan pembayaran pajak melalui penjual. Tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara umum sesuai Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN 1984 adalah apabila terjadi penyerahan BKP/JKP maka pihak yang melakukan penyerahan BKP/ JKP harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN yang selanjutnya menyetorkan PPN yang dipungutnya kepada negara.
Berbeda dengan mekanisme pada umumnya, dalam Pasal 16 UU nomor 11 tahun 1994 diatur tata cara khusus mengenai penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. Apabila terjadi penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan kepada Pemungut PPN maka PPN akan dipungut oleh pemungut PPN, bukan pihak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP tersebut. PKP rekanan tetap menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN akan tetapi Pemungut PPN berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya.
Pertanyaan yang sering muncul di kelas ketika membahas materi tentang pemungut PPN adalah siapa yang harus memungut, meyetorkan dan melaporkan PPN terutang manakala terjadi penyerahan BKP/JKP dari pemungut PPN kepada pemungut PPN yang lain, utamanya berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP antar kontraktor.
Pemungutan PPN atau PPnBM oleh Pemungut PPN
Pemungut PPN menurut pasal 1 angka 27 UU PPN 1984 adalah bendahara Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
Dalam pelaksanaannya, selain bendahara pemerintah badan yang ditunjuk untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi dan Badan Usaha Milik Negara.
Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM oleh bendahara pemerintah dilakukan pada saat melakukan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP, baik pembayaran langsung maupun pembayaran yang dilakukan melalui KPPN. Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM oleh Badan Usaha Milik Negara dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi dilakukan paling lama pada saat penyerahan BKP/JKP apabila belum terjadi pembayaran. Apabila terjadi penerimaan pembayaran sebelum adanya penyerahan BKP/JKP atau terjadi pembayaran termin untuk penyerahan sebagian tahap pekerjaan maka pemungutan dilakukan pada saat melakukan pembayaran.
Sesuai amanah dalam pasal 16A UU PPN 1984, Menteri Keuangan telah menentukan tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Pemungut PPN. Tata cara itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 563/KMK.03/2003, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 73/PMK.03/2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 136/PMK.03/2012.

Transaksi antar Pemungut PPN
Secara ringkas, transaksi antara pemungut PPN dengan pemungut PPN yang lain dapat di gambarkan sebagai berikut:


  Bendahara          BUMN           Kontraktor   
Bendahara -- -- --
BUMN                 V V V
Kontraktor V V V
Bendahara pemerintah merupakan pihak yang ditunjuk pemerintah uttuk melakukan pembayaran atas belanja pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berdasarkan tugas dan fungsinya, bendahara pemerintah tidak mungkin melakukan penyerahan BKP/JKP sehingga dalam baris pertama tabel diatas tidak terisi.
BUMN sebagai lembaga pemerintah yang tugas pokok utamanya menyelenggarakan usaha untuk memperoleh laba pada proses bisnisnya melakukan penyerahan BKP/JKP. Penyerahan BKP/JKP ini dapat dilakukan baik kepada pemungut PPN ataupun selain pemungut PPN. Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN dapat dilakukan kepada bendahara pemerintah, BUMN yang lain dan juga kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi.
Proses bisnis Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi secara umum adalah menyerahkan migas dan sumber daya panas bumi kepada pemerintah. Sesuai pasal 4A UU PPN 1984 migas dan sumber daya panas bumi termasuk dalam non BKP maka penyerahan kepada pemerintah ini tidak terutang PPN sehingga sebagian besar Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Meskipun demikian dalam prakteknya, adakalanya Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi baik langsung maupun tidak langsung melakukan penyerahan BKP/JKP. Hal ini antara lain dapat terjadi pada penggunaan fasilitas bersama baik berupa insfrastruktur pertambangan ataupun fasilitas lainnya yang mana fasilitas tersebut hanya disediakan oleh satu pihak saja. Karena terjadi penyerahan BKP/JKP maka dalam kondisi ini semestinya Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi tersebut harus mengajukan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi dapat terjadi kepada pemungut PPN dan kepada selain pemungut PPN. Penyerahan kepada pemungut PPN dapat dilakukan kepada bendahara pemerintah, BUMN yang bergerak di bidang migas dan sumber daya panas bumi dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi yang lain.
Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 563/KMK.03/2003, bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
Berdasarkan aturan ini maka jika BUMN melakukan penyerahan BKP / JKP kepada bendahara pemerintah dan KPPN maka kedudukan BUMN merupakan rekanan pemerintah sehingga ketika terjadi penyerahan BKP/JKP maka BUMN harus menerbitkan faktur pajak dan besarnya PPN yang terutang harus dipungut oleh bendahara pemerintah. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 45 tahun 2012 yang menyatakan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada Pemungut PPN selain BUMN, PPN dan PPnBM yang terutang tetap dipungut oleh Pemungut PPN yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Dalam kasus ini yang berkedudukan sebagai pemungut adalah bendaharawan pemerintah yang menerima penyerahan BKP/JKP.
Sejalan dengan penyerahan BKP/JKP oleh BUMN, apabila terjadi penyerahan BKP/JKP kepada bendahara oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Migas atau Pengusahaan sumber daya panas bumi maka kedudukan kontraktor disini adalah sebagai PKP rekanan pemerintah dan bukan sebagai pemungut PPN sehingga ketika kontraktor menyerahkan BKP/JKP harus menerbitkan faktur pajak dan besarnya PPN yang terutang harus dipungut oleh bendahara pemerintah tersebut. Dalam kasus ini maka kontraktor sebagai PKP rekanan Pemerintah harus melaporkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 85/PMK.03/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 136/PMK.03/2012, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara.
Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 45 tahun 2012, PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada BUMN tidak dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, sehingga BUMN yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tetap melakukan kewajiban pemungutan PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana tersebut diatas. Dari aturan ini dapat diambil kesimpulan bahwa apabila terjadi penyerahan BKP/JKP kepada BUMN oleh BUMN lainnya maka kedudukan BUMN yang melakukan penyerahan BKP/JKP adalah sebagai rekanan. Karena kedudukannya sebagai rekanan maka ketika terjadi penyerahan BKP/JKP, BUMN yang menyerahkan BKP/JKP tersebut harus menerbitkan faktur pajak dan besarnya PPN yang terutang harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh BUMN yang menerima penyerahan BKP/JKP tersebut.
Demikian pula jika terjadi penyerahan BKP/JKP kepada BUMN oleh kontraktor maka berdasarkan aturan ini dedudukan kontraktor adalah sebagai rekanan BUMN. Karena kedudukan kontraktor dalam transaksi ini sebagai rekanan, maka ketika terjadi penyerahan BKP/JKP kontraktor harus menerbitkan faktur pajak dan besarnya PPN yang terutang harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh BUMN tersebut. Sama dengan transaksi kontraktor dengan pihak bendahara pemerintah, dalam kasus ini maka kontraktor sebagai PKP rekanan harus mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010 Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
Manakala terjadi penyerahan BKP / JKP oleh BUMN kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin maka kedudukan BUMN merupakan rekanan sehingga BUMN harus menerbitkan faktur pajak dan besarnya PPN yang terutang harus dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin tersebut. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 45 tahun 2012 yang menyatakan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada Pemungut PPN selain BUMN, PPN dan PPnBM yang terutang tetap dipungut oleh Pemungut PPN yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Perbedaan pendapat yang sering terjadi adalah apabila Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. Masih banyak pendapat yang mendasarkan diri pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005 yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak antar Kontraktor, maka yang berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Kontraktor yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Menurut penulis, pendapat ini kurang tepat karena dalam pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010 dinyatakan bahwa ketika Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku maka ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian maka ketika terjadi penyerahan BKP/JKP antara kontraktor dengan kontraktor yang lain berlaku ketentuan pemungutan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A UU PPN 1985 yaitu kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan penyerahan BKP/JKP berkedudukan sebagai rekanan. Karena kedudukannya sebagai rekanan maka wajib melaporkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP dan ketika melakukan penyerahan BKP/JKP harus menerbitkan faktur pajak. Besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang akan dipungut oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang menerima penyerahan BKP/JKP.

Simpulan
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari badan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN kepada Pemungut PPN yang lain tidak dikecualikan dari objek pemungutan oleh Pemungut PPN. Apabila terjadi penyerahan BKP/JKP antar pemungut PPN maka pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP/JKP bertindak sebagai PKP rekanan dan PPN yang terutang akan dipungut, disetor dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang menerima penyerahan BKP/JKP dan bukan pihak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP tersebut.
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010 yang mencabut berlakunya Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005, maka sejak tanggal 1 April 2010 penyerahan BKP/JKP antar kontraktor berlaku mekanisme pemungutan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 16 A UU PPN 1984.

Pustaka
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang Undang nomor 42 Tahun 2009
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 136/PMK.03/2012.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor nomor 45 tahun 2012 tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 136/PMK.03/2012.

Posting Komentar untuk "Transaksi Pemungut dengan Pemungut PPN"