Hibah Vs Waris
Hibah Vs Waris
Pada liburan long weekend akhir Desember 2013 kemarin saya sempat diminta keluarga untuk mengurus warisan peninggalan almarhumah nenek kita.
Karena ada ahli waris yang tidak bisa mengurus pembagian waris nya, sehingga saya diminta untuk mengurusnya.
Kalau ahli waris masih hidup, itu termasuk dalam pengertian hibah, sedangkan jika ahli waris yang bersangkutan sudah meninggal, maka disebut waris.
Jika harta tersebut merupakan hibah maka tidak dikenai Pajak, dan yang menerima hibah mengajukan Surat Keterangan Bebas ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar.
Pada hakikatnya warisan yang dikenai pajak adalah warisan yang menghasilkan, jika warisan berupa tanah dan/atau bangunan saja maka tidak dikenai pajak, kecuali digunakan untuk usaha dan menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis.
Sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angkat 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Sedangkan dalam penjelasan ayat tersebut menyatakan bahwa orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Kemudian disebutkan lagi dalam Pasal yang sama tetapi ayat yang berbeda yaitu pada ayat (3) huruf c yang berbunyi, Subjek pajak dalam negeri adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan pada penjelasannya menyatakan bahwa warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-Undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Sehingga warisan yang tidak menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis, tidak dikenai pajak. Sebagai contoh:
Contoh 1:
Bapak Eusebio meninggal dunia pada 5 Januari 2014 dan meninggalkan warisan berupa tanah 100m2 yang diatasnya berdiri rumah/bangunan dengan luas 180m2 yang digunakan sebagai kontrakan karyawan/karyawati yang terdiri dari 10 kamar dengan biaya sewa kamar sebesar Rp1.500.000,- per kamar dan harus dibayar setiap tanggal 5 awal bulan. Hingga 24 Februari 2014 warisan tersebut belum dibagi.
Pencerahannya:
Atas contoh diatas dikenai Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan Tarif
Sehingga atas warisan tersebut dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) Final sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
Saat Terutang
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
Penyetoran dan Pelaporan
Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka ahli waris wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa (15 Februari 2014) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir F.2.0.32.01
Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa (20 Februari 2014) dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04.
NPWP
Masih menggunakan NPWP Bapak Eusebio
Contoh 2
Mbah Marijan meninggal dunia pada 26 Oktober 2010 dan meninggalkan warisan berupa tanah 100m2 yang diatasnya berdiri rumah/bangunan dengan luas 80m2 yang digunakan untuk ritual dan istirahat. Hingga 30 November 2010 warisan tersebut belum dibagi.
Pencerahannya:
Atas warisan yang tidak menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis, tidak dikenai pajak.
Surat Keterangan Bebas Hibah dan Waris
Pada liburan long weekend akhir Desember 2013 kemarin saya sempat diminta keluarga untuk mengurus warisan peninggalan almarhumah nenek kita.
Karena ada ahli waris yang tidak bisa mengurus pembagian waris nya, sehingga saya diminta untuk mengurusnya.
Kalau ahli waris masih hidup, itu termasuk dalam pengertian hibah, sedangkan jika ahli waris yang bersangkutan sudah meninggal, maka disebut waris.
Jika harta tersebut merupakan hibah maka tidak dikenai Pajak, dan yang menerima hibah mengajukan Surat Keterangan Bebas ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar.
Pada hakikatnya warisan yang dikenai pajak adalah warisan yang menghasilkan, jika warisan berupa tanah dan/atau bangunan saja maka tidak dikenai pajak, kecuali digunakan untuk usaha dan menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis.
Sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angkat 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Sedangkan dalam penjelasan ayat tersebut menyatakan bahwa orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Kemudian disebutkan lagi dalam Pasal yang sama tetapi ayat yang berbeda yaitu pada ayat (3) huruf c yang berbunyi, Subjek pajak dalam negeri adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan pada penjelasannya menyatakan bahwa warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-Undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Sehingga warisan yang tidak menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis, tidak dikenai pajak. Sebagai contoh:
Contoh 1:
Bapak Eusebio meninggal dunia pada 5 Januari 2014 dan meninggalkan warisan berupa tanah 100m2 yang diatasnya berdiri rumah/bangunan dengan luas 180m2 yang digunakan sebagai kontrakan karyawan/karyawati yang terdiri dari 10 kamar dengan biaya sewa kamar sebesar Rp1.500.000,- per kamar dan harus dibayar setiap tanggal 5 awal bulan. Hingga 24 Februari 2014 warisan tersebut belum dibagi.
Pencerahannya:
Atas contoh diatas dikenai Pajak Penghasilan Atas Sewa Tanah Bangunan
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan Tarif
Sehingga atas warisan tersebut dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) Final sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
Saat Terutang
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
Penyetoran dan Pelaporan
Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka ahli waris wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa (15 Februari 2014) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau formulir F.2.0.32.01
Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa (20 Februari 2014) dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2) atau formulir F.1.1.32.04.
NPWP
Masih menggunakan NPWP Bapak Eusebio
Contoh 2
Mbah Marijan meninggal dunia pada 26 Oktober 2010 dan meninggalkan warisan berupa tanah 100m2 yang diatasnya berdiri rumah/bangunan dengan luas 80m2 yang digunakan untuk ritual dan istirahat. Hingga 30 November 2010 warisan tersebut belum dibagi.
Pencerahannya:
Atas warisan yang tidak menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis, tidak dikenai pajak.
Surat Keterangan Bebas Hibah dan Waris
Posting Komentar untuk "Hibah Vs Waris"