Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis


Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis

Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, barang adalah barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak  berwujud. Adapun Pengertian Barang Kena Pajak adalah semua barang merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Menurut pasal 1 angka 3, Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini (UU No. 42 Tahun 2009). Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud. 

Pada dasarnya semua barang adalah BKP. Hal ini sesuai dengan karakteristik PPN yang mengingninkan dirinya bersikap netral terhadap pola produksi, pola distribusi dan pola konsumsi. Netralitas ini dapat diwujudkan jika PPN bersikap nondiskriminasi. Namun dalam pelaksanaannya ada beberapa pertimbangan untuk mengenakan PPN atas penyerahan BKP. Dalam menjalankan fungsi pajak sebagai instrumen untuk mengisi kas negara, pajak dikenakan secara netral kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa keculai, sepanjang memenuhi persyaratan untuk dipajaki. Akan tetapi, dalam menjalankan tugasnya untuk mengatur kehidupan, sifat netral ini dapat diabaikan. Artinya, ada sebagian golongan masyarakat yang mendapat keistimewaan untuk tidak dikenakan pajak. Langkah ini diambil sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan pemerintah.

Upaya yang dilakukan agar lebih mendorong pembangunan nasional dengan diberikan fasilitas, fasilitas perpajakan sudah memiliki makna khusus dalam tata hukum perpajakan Indonesia. Yang difahami sebagai fasilitas perpajakan adalah kemudahan atau perlakuan khusus terhadap Wajib Pajak tertentu atau Objek Pajak tertentu dengan kriteria tertentu. Fasilitas Pajak PPN/PPnBM merupakan fasilitas perpajakan yang diberikan terkait kewajiban PPN. Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dikenakan pada sektor-sektor usaha tertentu, diartikan sebagai insentif atau keringanan pajak. Dengan adanya fasilitas pajak, adanya perlakuan khusus dan keistimewaan oleh pemerintah yang dijadikan sebagai modal pembangunan negara. Misalnya Pengusaha realestat yang melakukan penyerahan tanah dan/atau bangunan wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga jual yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak dan memungut PPnBM sebagai pungutan tambahan di samping PPN sebesar 20%. 

Dalam Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ada 2 jenis fasilitas yang ditetapkan yaitu dibebaskan dan tidak dipungut, tentunya fasilitas diberikan kepada yang berhak dan yang dapat memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Adapun fasilitas berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis pada usaha sektor tertentu serta untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 70/P/HUM/2013, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.

Dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ditetapkan jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, selain itu dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing maka Pemerintah menetapkan jenis-jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang bertujuan untuk menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis tersebut. Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis. Artinya secara objek, barang yang diserahkan tetap masuk dalam kategori BKP namun karena pertimbangan pemerintah maka dimasukkan dalam klasifikasi barang yang strategis sehingga saat diserahkan, barang tersebut mendapat fasilitas dibebaskan dari PPN. Definisi strategis merujuk pada urgensinya bagi khalayak atau pengembangan usaha tertentu. Sampai dengan tulisan ini dibuat, BKP yang bersifat strategis antara lain: Barang Modal, Makanan Ternak, Bibit atau benih, Bahan Baku Perak, Bahan Baku Uang Kertas, Air Bersih, Listrik (kecuali untuk rumah dengan daya diatas 6.600 VA) , dan RUSUNAMI.

Dasar hukum pembebasan PPN adalah Pasal 16B Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009. Pasal 16B ini memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk memberikan fasilitas berupa PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 mengatur  tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Berdasarkan peraturan tersebut, barang pertanian termasuk dalam barang yang bersifat strategis. Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian maupun yang berkaitan dengan pertanian. Hal itu terbukti dengan tercapainya swasembada pangan pada tahun 1984 melalui gerakan “Revolusi Hijau” yaitu gerakan untuk meningkatkan produksi pangan melalui usaha pengembangan teknologi pertanian. Sadar maupun tidak sadar, pemerintah memiliki peranan penting, Pemerintah ikut menyukseskan pertanian Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung pertanian dengan menerbitkan peraturan. Salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah yaitu peraturan pajak mengenai barang pertanian. Peraturan perpajakan merupakan faktor penentu yang penting bagi masa depan pertanian di Indonesia.

Untuk Ketentuan Umum dan Dasar Hukum BKP Strategis bisa dibaca dengan klik disini

Posting Komentar untuk "Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis"