Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Putusan Mahkamah Konstitusi BKP Strategis


Putusan Mahkamah Konstitusi BKP Strategis

Jenis Barang Yang Bukan Objek PPN 
Berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut sebagai UU PPN) menegaskan jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu barang tertentu dalam kelompok barang:
1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan 
4. uang, emas batangan, dan surat berharga. 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diharapkan dapat mempertegas status gula konsumsi sebagai komoditas yang dikecualikan dari PPN.
Melalui penerbitan PMK Nomor 116/PMK.010/2017  pemerintah ingin memberikan kepastian hukum terhadap jenis barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN. Aturan itu juga merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU – XIV/2016. 
Putusan MK itu sebelumnya menyatakan Pasal 4A Ayat 2 huruf b UU PPN tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai jenis bahan kebutuhan pokok yang diatur dalam pasal tersebut.Putusan itu juga menyatakan penafsiran frasa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak adalah bahan pangan yang berasal dari pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan air yang diambil langsung dari sumbernya dan dipoleh sebatas kegiatan pasca panen tidak dikenai PPN.
Hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi, menambah 3 jenis barang yang merupakan barang pokok yang dikecualikan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang sebelumnya hanya 10 jenis barang menjadi 13 jenis barang, diantaranya beras, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, susu, telur, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. Tiga terakhir adalah jenis barang baru yang dikecualikan dari PPN berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi.
Ditjen Pajak tengah melakukan penghitungan terkait dampak implementasi PMK baru tersebut terhadap penerimaan PPN, diprediksi implikasi pemberlakuan kebijakan tersebut tidak terlalu berdampak terhadap penerimaan PPN. Adapun sebelumya, polemik pengenaan PPN khususnya gula mulai mengemuka ketika sejumlah petani tebu menuntut pemerintah segera mengecualikan gula petani dari PPN.
Terkait polemik tersebut, Ditjen Pajak dan petani tebu sempat bertemu untuk mencari solusi. Hasil pertemuan pada pertemuan di Kantor Ditjen Pajak yakni; pertama atas penyerahan gula oleh petani tebu beromset di bawah Rp4,8 miliar setahun tidak terutang PPN karena petani tersebut tidak dikukuhkan Pengusaha Kena Pajak. Selain itu berdasarkan ketentuan undang-undang pedagang juga tak berhak membebankan PPN terutang kepada petani.
Kedua, menindaklanjuti keputusan tersebut, otoritas pajak akan mengusulkan kebijakan penetapan gula petani sebagai sebagai barang yang tidak kena pajak. Hal itu juga sejalan dengan Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting. Adapun maksud Kementerian Keuangan mengeluarkan regulasi baru tersebut untuk memberi solusi untuk gula konsumsi yang sedang heboh. walaupun banyak yang berpendapat bahwa PMK itu sebagai insentif bagi gula dan implementasi PMK itu tak akan berpengaruh terhadap penerimaan PPN.

Posting Komentar untuk "Putusan Mahkamah Konstitusi BKP Strategis"