Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

PMK 22/PMK.03/2008 Kembali Menyeruak

PMK 22/PMK.03/2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa
Peraturan Menteri Keungan Nomor 22/PMK.03/2008 kini kembali menyeruak ke permukaan setelah sempat membuat hiruk pikuk dunia perpajakan Indonesia di awal Februari 2008.
Pasal 32 Ayat (3) UU KUP memberikan landasan hukum terhadap kuasa di mana orang pribadi atau badan sebagai Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban. Ketentuan ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dasar hukum lainnya adalah Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor  80 Tahun 2007.
Sementara itu, Pasal 32 Ayat (3a) UU KUP menyatakan bahwa persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk mengatur ini Menteri Keuangan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa.
PMK 22/PMK.03/2008 ini mempunyai aturan pelaksanaannya melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2008 tanggal 10 Maret 2008 dengan maksud untuk memberikan penegasan tentang masalah kuasa ini.
Inti dari SE ini adalah:
Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan Wajib Pajak yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakann dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan perusahaan dapat melaksanakan hak dan/atau kewaiban perpajakan Wajib Pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus.
Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak dapat ditandatangani oleh pejabat/karyawan yang ditunjuk oleh Wajib Pajak tanpa memerlukan surat kuasa khusus.
Penyerahan dokumen yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu, tidak memerlukan surat kuasa khusus atau surat penunjukkan.
Seorang kuasa bisa berupa konsultan pajak maupun bukan konsultan pajak. Syarat yang harus dipenuhi oleh seorang konsultan pajak adalah :
1.    memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
2.    telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir
3.    menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
4.    memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa
Surat kuasa khusus paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
1.    nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
2.    nama, alamat, dan tanda tangan, serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa;dan
3.    hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan
Kuasa yang diterima tidak dapat dilimpahkan lagi kepada orang lain. Dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan, seorang kuasa dapat menunjuk orang lain atau pegawainya untuk menyampaikan atau menerima dokumen perpajakan tertentu kepada dan/atau dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak selain penyerahan dokumen yang dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Orang lain atau pegawai yang ditunjuk harus menunjukkan surat penunjukkan kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan tugasnya.
Suatu surat kuasa khusus harus menyebutkan hak dan/atau kewajiban tertentu. Dengan demikian, satu surat kuasa harus spesifik menyebutkan suatu urusan perpajakan dan surat kuasa tidak bisa bersifat umum. Dengan kata lain, satu surat kuasa untuk satu urusan perpajakan tertentu. Misal surat kuasa khusus penandatanganan SPT Tahunan PPh Badan, surat kuasa khusus pengajuan keberatan dan lain-lain.
Salah satu syarat untuk menjadi kuasa adalah menguasai ketentuan perpajakan.
Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak, persyaratan menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh Perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III yang dibuktikan dengan menyerahkan fotokopi sertifikat brevet atau ijazah.
Dalam hal seorang kuasa adalah konsultan pajak, persyaratan menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibuktikan dengan kepemilikan Surat Izin Praktik Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dan menyerahkan fotokopi Surat Izin Praktik Konsultan Pajak yang dilengkapi dengan Surat Pernyataan sebagai Konsultan Pajak
Seorang yang bukan konsultan pajak, termasuk karyawan, hanya dapat menerima kuasa dari :
1.    Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
2.    Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan omzet setahun tidak lebih dari Rp1,8 Miliar
3.    Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp2,4 Miliar setahun
Seorang kuasa yang berstatus sebagai karyawan atau pegawai tetap harus dibuktikan dengan surat pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak.

Posting Komentar untuk "PMK 22/PMK.03/2008 Kembali Menyeruak"